Tidak hanya harus menghindari bom yang ditumpahkan secara brutal dan melenyapkan nyawa, rakyat Palestina juga harus berhadapan dengan narasi-narasi negatif dalam perjuangan membebaskan diri dari okupasi Israel.
Tidak lama dari aksi pejuang Hamas menyerang beberapa pos militer Israel pada 7 Oktober 2023, Sara Sidner, jurnalis CNN Amerika Serikat melaporkan bahwa Hamas memenggal puluhan bayi dalam serangannya. Laporan bersumber dari tentara Israel yang sedang melakukan penyisiran lokasi-lokasi penyerangan Hamas.
Tak lama setelah itu Joe Biden, Presiden AS dan pendukung total Israel, mengeluarkan pernyataan yang sama.
"Penting bagi orang Amerika untuk melihat apa yang terjadi, maksud saya, saya telah melakukan ini sejak lama, saya tidak pernah benar-benar berpikir bahwa saya akan melihat, foto-foto terkonfirmasi yang menunjukkan teroris memenggal kepala anak-anak," ujar Biden
Pernyataan Sidner dan Biden ini pun langsung menjadi headline utama media-media besar. Belakangan baik Sidner dan Joe Biden meminta maaf atas ketidakbenaran informasi tersebut.
"Yesterday the Israeli Prime Minister's office said that it had confirmed Hamas beheaded babies & children while we were live on the air. The Israeli government now says today it cannot confirm babies were beheaded. I needed to be more careful with my words and I'm sorry," tulis Sidner dalam akun media sosialnya.
Sementara itu juru bicara Gedung Putih harus sibuk meralat pernyataan Biden yang mengatakan, baik Biden dan pejabat AS lainnya, belum melihat atau secara independen mengonfirmasi bahwa Hamas memenggal kepala anak-anak Israel.
Namun permintaan maaf tersebut terasa hambar. Karena seluruh media besar sudah memberitakannya. Satu tuduhan palsu tersebut merembet ke tuduhan lainnya. Hamas disamakan dengan gerakan teroris seperti ISIS. Tuduhan yang terasa asal sebut. Bahkan Kementerian Luar Negeri Indonesia, sebagaimana disampaikan oleh juru bicara sekaligus Dirjen Informasi dan Diplomasi Publik, Teuku Faizasyah, menjelaskan Hamas adalah bagian dari realitas politik di Palestina. Artinya, Hamas sebagai partai politik di Palestina sebenarnya sama seperti Fatah yang juga merupakan kelanjutan dari Organisasi Pembebasan Rakyat Palestina (PLO).
“Sama seperti Indonesia dulu melawan pendudukan Belanda. Keinginan Belanda menduduki kembali, kita lawan. Dan oleh Belanda, para pejuang kita disebut teroris, tapi bagi kita disebut sebagai pejuang,” ujar mantan Duta Besar RI untuk Kanada itu.
"Berita palsu di masa perang bukanlah hal baru," ujar Firman Kurniawan, dosen Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia, sebagaimana dikutip dari VOA, "Hal ini terjadi di Kekaisaran Romawi, dan hal ini memunculkan pepatah, 'Ketika perang pecah, kebenaran adalah korban pertama'." tambahnya.
Dalam perang, beredarnya berita palsu bukan barang baru. Bahkan peredaran berita palsu ini juga bagian dari strategi perang itu sendiri untuk memenangkan opini publik, melemahkan mental lawan, membuat kebingungan sekaligus menjauhkan lawan dari komunitas terdekatnya.
Terbaru, pemerintah Israel dan Amerika Serikat tengah mengacungkan telunjuknya ke pejuang Palestina terkait bom yang meledak di Rumah Sakit Arab al-Ahli di Kota Gaza pada Selasa (17/10/2023), yang menyebabkan 300 orang tewas.
"Seluruh dunia harus tahu: Yang menyerang rumah sakit di Gaza adalah teroris biadab di Gaza, dan bukan tentara Israel," ujar Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Sementara itu dalam pertemuannya dengan Netanyahu, Presiden Amerika Serikat Joe Biden menyatakan dengan yakin, "Bom ini berasal dari pihak lain, bukan kamu (Netanyahu)."
Tuduhan yang sangat tidak berdasar dan diragukan banyak pihak, baik oleh jurnalis dan juga pengamat militer. Tuduhan yang lagi-lagi sengaja dibuat untuk menodai perjuangan rakyat Palestina.
Tidak ada komentar