Kemenangan Maroko dan Isu Palestina di Piala Dunia 2022

 


Palestina memang tidak lolos ke Piala Dunia 2022 di Qatar ini. Namun bendera Palestina kerap terlihat berkibar di dalam stadion. Bahkan media Brazil menyebut Palestina sebagai negara ke 33 di Piala Dunia kali ini. 

Education City Stadion bergemuruh saat tendangan penalti Achraf Hakimi menembus gawang Unai Simon. Tendangan ini memastikan langkah Maroko ke perempat final Piala Dunia 2022 di Qatar. 


Mahmoud Hassan langsung berdiri di kursinya, mengangkat tangan dan bernyanyi dengan bahasa arab: 


"Oh my beloved Palestine,

Where are the Arabs? They are asleep.

The most beautiful country resists.

May God protect you,"


Awalnya ia bernyanyi sendiri yang perlahan diikuti oleh suporter Maroko lainnya. Nyanyian bertambah keras saat penggemar dari Qatar, Lebanon, dan Mesir. 


Sementara itu di lapangan para pemain Maroko tengah berselebrasi dengan kemenangan tersebut. Mereka bernyanyi dan berfoto bersama dan juga mengibarkan bendera, tetapi itu bukan bendera bergambar bintang hijau pada sebuah latar belakang berwarna merah. Tetapi yang terbentang adalah bendera Palestina. 




Sebelumnya pemain Maroko Jawad El Yamiq juga mengibarkan bendera Palestina saat merayakan kemenangan negaranya 2-1 atas Kanada dalam fase grup. Hal yang sama terjadi saat suporter Maroko mengibarkan spanduk “Free Palestine” saat  negara Afrika Utara itu menang 2-0 atas Belgia di pertandingan pembuka grup F. 


Apa yang dilakukan oleh pemain dan suporter Maroko meningkatkan kampanye Free Palestine di Piala Dunia kali ini. Bertanding di tanah Arab dan liputan media internasional serta pandangan mata para penggila bola ini adalah momen yang tepat untuk kembali mengingatkan dunia akan apa yang terjadi di Palestina. Apa yang terjadi seakan melawan banyak kebijakan normalisasi negara-negara Arab dengan Israel. 


Momen lain yang dengan cepat menjadi viral di internet adalah ketika para penggemar Inggris meneriakkan “Free Palestine” saat wawancara dengan saluran Israel. Juga saat suporter Tunisia memasuki lapangan pertandingan membawa bendera Palestina saat pertandingan Tunisia melawan Perancis. Juga banyaknya penolakan wawancara dengan media Israel  oleh suporter Brasil, Jepang, dan tim lain adalah bukti terbesar dari semangat dan dampak yang ditimbulkan akan pengakuan mereka terhadap Palestina. 


Yang dilakukan pemain dan suporter Maroko pun disambut warga Palestina. Ribuan warga Palestina di Gaza berkumpul dalam jumlah besar untuk menyaksikan pertandingan Maroko-Portugal di perempat final. Saat Youssef En-Nesyri mencetak gol kemenangan di menit ke-42 babak pertama, penonton merayakannya dengan sorak sorai.


Di penghujung pertandingan, para suporter berunjuk rasa di tengah sorakan untuk Maroko dan Palestina, mengibarkan bendera kedua negara. 




Sejarah Panjang Maroko dan Palestina


Peneliti sejarah Yerusalem Robin Abu Shamsiya mengatakan kehadiran orang Maroko di Yerusalem - dikenal secara lokal sebagai "Magharbeh" - dimulai di bawah kekhalifahan Umayyah pada abad ke-7 dan ke-8.


Magharbeh bertugas menjaga kompleks Al-Aqsha, sekaligus menyebarkan dakwah sufi Islam. Salah satu gerbang kompleks Masjid Al-Aqsa dijuluki Gerbang Maroko, mengacu pada lingkungan yang berdekatan dan untuk mengakui peran pejuang Maroko melawan Tentara Salib Eropa di Yerusalem.


Namun itu semua berakhir pada 1967 ketika Israel menduduki Yerusalem Timur dan Tepi Barat selama Perang Arab-Israel. 


Tiga hari setelah berakhirnya perang, buldoser Israel menghancurkan lingkungan al-Magharbeh yang berusia hampir 800 tahun, merobohkan 135 rumah dan meninggalkan ratusan warga Palestina tanpa perlindungan, untuk membuka jalan bagi ibadah Yahudi di Tembok Barat. mengubah daerah itu menjadi alun-alun yang luas.


Setelah lingkungan dirobohkan, penghuninya terfragmentasi. Beberapa dari mereka melarikan diri ke Yordania, yang lain kembali ke Maroko, tanah asalnya. 


Pada tahun 2020 pemerintah Maroko mengambil langkah normalisasi hubungan dengan Israel. Keputusan yang ditentang oleh mayoritas penduduknya dan terlihat di piala dunia Qatar ini. 


"Tidak peduli seberapa baik normalisasi itu, saya hanya bisa memikirkan berapa banyak darah yang mengalir agar Israel diakui sebagai sebuah negara” kata Majda El Hadna, seorang arsitek interior di Casablanca  "Aku tidak tahan dengan kemunafikan seperti itu."


Saat warga Maroko tidak leluasa dalam menyatakan ketidaksetujuannya atas pilihan tersebut dan keputusan politik lainnya, karena aturan pemerintah, sepak bola menyediakan pilihan itu. Pada tahun 2019 di kota utara Tangier, para penggemar Maroko menyanyikan lagu berjudul "This is a land of humiliation" untuk mengkritik korupsi politik.


Danyel Reiche, profesor tamu hubungan internasional di Universitas Georgetown di Qatar, mencatat sentimen pro-Palestina adalah salah satu dari sedikit bentuk aktivisme yang diizinkan oleh penyelenggara Piala Dunia.


“Ini menunjukkan normalisasi adalah proyek elit, seperti sebelumnya di semua negara lain yang menormalisasi hubungan dengan Israel,” katanya  “Pada nyatanya warga Arab mendukung perjuangan Palestina."


“Dukungan dan sentimen populer terhadap Palestina yang telah ditunjukkan di Piala Dunia di Qatar mengungkapkan kesenjangan nyata antara rezim Arab dan rakyatnya terkait Palestina,” kata Khalil al-Anani, seorang profesor ilmu politik di Doha Institute of Graduate Studies.


Tidak ada komentar