Kelahiran Rayya dan 3 Malam Yang Luar Biasa


27 Oktober 2020 tidak ada yang spesial. Seperti hari-hari biasanya saya bangun sejak subuh, istri mulai menyiapkan sarapan, lalu bukde datang mengambil Rasyad, anak keempat kami. Kemudian saya dan istri bersiap untuk berangkat ke kantor. 


“Yah, jangan lupa nanti waktu kontrol ke dokter kandungan” ingat istri jelang saya berangkat ke kantor yang kemudian saya jawab dengan anggukan. 


Hari berjalan seperti biasa. Saya habiskan pagi hingga jelang sore di kantor dan sesudah waktu ashar istri datang lalu kami bersiap ke dokter kandungan. 


Di motor, sepanjang perjalanan ke rumah sakit  kami isi sambil mengobrol. Saya bertanya keluhan apa yang dialami istri belakangan dan menyarankan untuk memberitahu semua kepada dokter. Istri juga mengingatkan acara ke Sukabumi esok harinya. Mengingat dalam 3 hari ke depan ada cuti bersama dari kantor. 


Sampai rumah sakit jam menunjukkan pukul 17.00 wib. Kami menduga tidak akan mendapat nomor awal melihat antrian ibu hamil sudah menduduki kursi ruang tunggu. Praktis tidak ada tempat duduk untuk saya dan istri karena kapasitas kursi yang berkurang akibat penerapan protokol kesehatan. 


Benar saja, kami mendapat nomor 9. Lalu saya dan istri sepakat untuk makan mie godok dulu yang ada di sebelah rumah sakit, kebetulan saya belum makan siang. Setelah 30 menit kami kembali, lalu menjelang maghrib nomor istri dipanggil. Dokter pun menanyakan keluhan dan apa yang dirasakan dalam 2 pekan setelah kontrol terakhir. Lalu meminta istri naik ke kasur periksa dan melakukan usg. Di sinilah drama itu dimulai. 


Tanggal 27 Oktober 2020 yang awalnya biasa saja bagi kami, terpaksa menjadi tanggal yang membuat kami harap-harap cemas. Kekagetan pertama datang saat dokter menyarankan istri untuk menjalani persalinan malam itu juga karena ada sesuatu yang terjadi pada bayi di dalam kandungan. Jelas kami terkejut, karena hari kelahiran bayi kelima kami sebelumnya ditentukan pada 20 November 2020. Diskusi sebentar dengan istri kami akhirnya menuruti apa yang dimau dokter. Masalah selanjutnya adalah soal persiapan pakaian bayi dan ibunya paska melahirkan, karena kami belum menyiapkan mengingat masih ada waktu satu bulan ke depan. 


Kami menjelaskan kondisi tersebut pada dokter yang akhirnya memberi toleransi istri untuk masuk ruang perawatan jam 21.00 dan akan dioperasi pada esok paginya. Maka waktu 2 jam tersisa yang ada saya manfaatkan bersama istri untuk berbelanja. Saya dan istri seperti peserta kuis yang menang hadiah jutaan rupiah dan diminta menghabiskannya hanya dalam waktu beberapa jam saja. 


Oiya, kami juga terpaksa mengungsikan anak-anak ke rumah ibu saya di depok. Alhamdulillah adik lelaki saya bersedia menjemput dan mengantar keponakannya ke rumah ibu di depok. Setelah itu istri masuk Rumah sakit, puasa, lalu besok harinya menjalani proses persalinan. 


Akhirnya sekitar jam 10.00 pagi, tepat di Tanggal 28 Oktober 2020 yang juga kerap diperingati sebagai hari Sumpah Pemuda, anak kelima kami lahir dengan jenis kelamin perempuan. Yang kemudian diberi nama Rayya Fitriyah Hafizhah. Dua suka nama terakhir datang dari guru kami ustadz Yusuf Mansur sementara nama Rayya diberikan oleh istri sekaligus menggenapi nama anak kami dengan huruf R. 


Kelahiran anak kelima kami ini cukup istimewa bagi saya. Pertama prosesnya yang bisa dibilang dadakan. Kedua saya semacam kembali menemukan cinta saya kepada istri dan anak-anak. Jujur saja sejumlah rutinitas baik kerjaan dan di luar kerjaan kada membuat saya kurang peka dengan yang ada di keluarga. 


Maka malam itu saya memutuskan untuk menemani istri saya sendiri. Ada tawaran dari orang tua saya dan orang tua istri untuk menemani,  tapi dengan alasan covid semuanya saya tolak. Maka saya menghabiskan 3 malam di RS dan hanya pulang untuk membawa baju kotor, bersih-bersih diri dan bertukar pakaian. Kursi panjang menjadi tempat tidur saya selama di RS, karena tidak memungkinkan tidur di dalam kamar inap. Bisa saja saya tidur di bawah ranjang, tapi untuk kenyamanan lalu lintas saya dan istri serta kerepotan saat melipat alas tidur saya tidak memilih opsi demikian. 


3 malam itu pun kami habiskan dengan lebih intim. Obrolan hangat antara kami terjadi di sela tangis Rayya yang minta menyusu. Obrolan yang serius dan detil dalam setiap temanya.


Akhirnya saya bersyukur kepada Allah yang telah membuat 3 malam yang tidak pernah terencana sebelumnya bagi kami dan bisa jadi ini lebih dari sekedar liburan yang telah kami rencanakan sebelumnya. 

Tidak ada komentar