Kapan tepatnya kopi menggantikan teh sebagai minuman pendamping saat saya santai atau sekedar membaca buku, saya kurang ingat pastinya. Rasanya tiga atau empat tahun lalu. Tapi itu juga saya ragu.
Sebelumnya saya maniak teh. Apapun suasana dan makannya saya selalu menyempatkan memesan teh manis, kadang dingin kadang panas, atau membuatnya saat sedang berada di rumah. Ada rasa yang beda saat menenggak teh. Terlebih teh panas yang dibuatnya dari air yang benar-benar mendidih. Bukan yang panasnya asal panas dan segera hilang dalam beberapa saat. Badan terasa teralirkan energi baru saat menyusup teh yang sedang panas-panasnya.
Dulu saya tidak suka kopi. Selain warnanya yang hitam yang identik dengan suasana suram, menurut saya kopi sebagai minuman orang tua. Sedangkah teh dengan warna coklatnya saya anggap mewakili semangat muda.
Teh selalu saya minum disaat kawan-kawan saya memesan segelas kopi saat begadang malam. Mata saya akan segar saat menyeruput teh panas. Keringat yang keluar dari badan juga menambah adrenalin. Gitaran tengah malam akan semakin seru ditemani segelas besar teh manis panas.
Begitu juga saat teman-teman mengajak nongkrong di cafe saya selalu memesan minuman yang berbahan dasar teh. Seperti lychee tea misalnya. Jika tidak ada saya akan memesan minuman lain seperti coklat panas. Kopi tidak akan saya lirik. Lagi-lagi bagi saya kopi tidak mewakili jiwa muda saya yang bergejolak.
Hingga saat kongkow asyik dengan kawan-kawan di satu pusat perbelanjaan di pusat kota Jakarta saya melihat seorang kawan yang memesan minuman Vietnam Drip. Pertama saya perhatikan unik karena ada alat saring kopinya yang ditaruh di atas gelas yang sudah berisikan susu dan es batu. Perlahan tetesan kopi jatuh ke dalam gelas dan bercampur dengan susu dan es batu tersebut. Ketika kopi sudah sepenuhnya tercampur, saringan tersebut dipisahkan dari mulut gelas lalu kopi yang sudah bercampur susu dan es batu tersebut diaduk perlahan hingga warnanya menjadi kecoklatan. Jika sudah merata, barulah minuman tersebut diminum perlahan.
Kopi dicampur susu atau yang kerap disebut kopi susu memang tidak asing bagi saya. Di rumah, ibu adalah penyuka minuman tersebut. Ia selalu minum kopi susu saat pagi dan sore. Namun bagaimana Vietnam Drip disajikan langsung membuat saya penasaran. Proses jatuhnya tetesan kopi ke dalam gelas yang sudah bercampur susu dan es batu itu mengundang sensasi untuk segera mencobanya. Begitu menanyakan rasanya kepada kawan, tidak lama saya langsung memesan minuman serupa. Setelah mencicipinya sedikit, ternyata rasanya begitu asyik dan dalam hati saya berguman, “Ini akan menjadi minuman yang akan saya pesan selanjutnya”
Sejak saat itu penilaian saya akan kopi mulai berubah. Perlahan saya mencoba akrab dengan minuman yang ternyata mempunyai sejarah panjang tersebut. Bicara kopi kebanyakan kita akan langsung mengingat espresso Italia, kafe au lait Prancis, atau latte double grande Amerika dengan kayu manis. Kita juga akan langsung teringat kedai kopi Starbuck, Nero dan Costa yang tersebar di sejumlah bandara international. Maka banyak yang terpikir kopi berasal dari Eropa. Padahal tidak demikian.
Banyak catatan mengungkap kopi ditemukan seorang gembala di dataran tinggi Ethiopia. Ia melihat binatang gembalanya menjadi lebih segar dan bersemangat setelah memakan biji berwarna hitam yang belakangan dikenal dengan biji kopi. Meski ditemukan di Ethiopia namun penanaman paling awal tanaman kopi berlangsung di Yaman yang diberi nama Qahwa yang berarti anggur. Minuman ini dipakai oleh para sufi untuk membantu konsentrasi saat berzikir.
Pada tahun 1414, kopi mulai dikenal oleh penduduk Mekah dan pada awal 1500-an masuk ke Mesir dari pelabuhan Mocha Yaman. Lalu beberapa kedai kopi tumbuh di Kairo di sekitar Universitas Al-Azhar. Satu yang terkenal dan masih berdiri sampai saat ini adalah Qahwat al-Fishawi, yang bermula dari kebiasaan seorang pria bernama Al-Fishawy yang kerap menyajikan kopi kepada teman-temannya untuk sekedar mengobrol seusai shalat.
Di awal kemunculannya sempat ada upaya untuk melarang peredaran kopi di Mekah, Kairo dan Istanbul. Para ahli agama mendiskusikan apakah efek kopi itu mirip dengan alkohol, dan beberapa mengatakan bahwa mengedarkan kopi memiliki kesamaan dengan sirkulasi sebotol anggur, minuman yang dilarang dalam Islam. Namun, semua upaya melarang kopi gagal. Para ahli agama akhirnya mencapai konsensus yang masuk akal bahwa kopi berbeda dengan alkohol.
Dari dunia timur, Kopi menyebar ke Eropa melalui dua rute, dari Kekaisaran Ottoman, dan melalui laut dari pelabuhan kopi asli Mocha di Yaman. Perusahaan-perusahaan India Timur Inggris dan Belanda adalah pembeli utama di Mocha pada awal abad ke-17, dan muatan mereka dibawa pulang melalui Tanjung Harapan atau diekspor ke India dan sekitarnya.
Kopi pun mulai menyesap ke jantung Eropa. Kedai kopi bermunculan. Tidak hanya menjadi tempat para pria bertemu dan berbicara kedai kopi tersebut juga menjadi tempat kehidupan intelektual dan politik bahkan pemberontakan. Konon Revolusi Perancis muncul dari sebuah kafe di Palais Royal.
Begitu juga kini Kopi mulai menjadi teman saya saat membaca buku, menulis bahkan bercengkerama dengan keluarga. Ternyata dibalik warnanya yang hitam dan rasanya yang pahit kopi mengandung banyak cerita yang menarik.
Tidak ada komentar