Percakapan di Kereta Yang Tidak Pernah Usai




Kereta tujuan Malang yang akan mengantar kami ke Semarang berangkat tepat dua menit setelah saya dan kedua kawan memasukinya. Saya memang hampir saja terlambat. Mengira jadwal kereta jam 19.00 dari Stasiun Senen, membuat saya santai dan baru berangkat jam 17.00 dari Cipondoh Tangerang. Di taksi online yang akan mengantar saya baru menyadari jam keberangkatan 18.15. 

Panik? Tentu saja. Karena ini merupakan perjalanan dinas, yang pastinya jika telat akan ada konsekuensinya. Maka sambil merapal doa, dan shalawat saya juga mencari jalan jika memang takdirnya kereta berangkat tanpa saya di dalamnya. 

Cek ketersediaan tiket lebih malam memang masih ada seat kosong, tapi harganya tidak memungkinkan. Akhirnya opsi sementara adalah bis. Bukan pilihan yang ideal mengingat saya tidak terlalu suka menggunakan bis untuk perjalanan panjang, tapi apa daya jika itu pilihan yang paling ada. Mengingat dalam hidup kita kerap harus memilih meski itu yang kita tidak sukai. 

Alhamdulillah, saya tiba di depan Stasiun Senen tepat jam 18.00, masih ada waktu 15 menit buat saya berlari untuk print tiket dan proses masuk ke kereta. Maka saya pun bisa berangkat dengan kereta yang terjadwal dan bisa melupakan opsi naik bis untuk ke Semarang. 

Setelah  merapikan tas dan bawaan lainnya dibagasi atas, saya pun duduk. Tidak lama kereta berjalan. Keringat masih belum kering sepenuhnya. Napas masih tersengal. Sambil berusaha mengatur napas, saya menyapa perempuan tua yang akan menjadi teman berbagi kursi di kereta kelas ekonomi tersebut. 

Si ibu tersenyum, lalu bertanya, “Adik mau ke mana?”

"Semarang" jawab saya

Lalu tanpa mengenalkan nama obrolan mengalir lancar seiring lajunya kereta. 

“Adik dari Depok juga? Saya juga tinggal di daerah Cimanggis, Depok” Jelasnya saat mengetahui saya berasal dari Depok. 

“Tadi sepertinya hampir telat, yah” tanyanya. 

“Iyah, tadi kami keliru melihat jadwa berangkat. Saya pikir jam 19.00” 

“Ooo... Alhamdulillah yah terkejar. Mungkin jalanan tidak macet karena ganjil genap yah” 

“Iyah, bu. Alhamdulillah”

“Ibu sendiri mau ke mana?” 

“Ooo ke Malang”

“Wah istri saya juga dari Malang bu. Kepanjen tepatnya” 

“Oya? Masih 20 menit dari tempat saya” jelas ibu tua tersebut, tanpa menjelaskan detil daerahnya dan saya juga tidak terlalu mengejarnya. 

Obrolan terus berlanjut hingga 20 menit lamanya. Tidak lama saya dan kedua teman pamit untuk ke restorasi. Maklum perut sudah tidak kuat menahan lapar. Di restorasi kami menghabiskan waktu 20 menit untuk makan nasi goreng dan teh manis. Setelah itu kami kembali ke kursi masing-masing. 

Saya menemukan ibu kawan duduk saya tersebut sudah terlelap. Saya pun tidak ingin mengganggunya. Setelah memastikan tidak ada pesan masuk di hp saya pun mencharge dan meletakkan begitu saja. Tadinya ingin mengambil buku dalam tas untuk sekedar membaca. Tapi rasa kantuk sepertinya juga menular pada saya. Akhirnya saya menyandarkan kepala dan terlelap. Hingga akhirnya saya terbangun ketika masinis mengumumkan kereta akan tiba di Semarang. Setelah memastikan sebuah barang bawaan terbawa saya pamit pada ibu tersebut lalu melangkah ke luar kereta dan tiba di Semarang. 

Obrolan di kereta tadi memang tidak usai dan tidak akan pernah usai. Meski begitu levelnya juga jauh dari basa-basi. Meski kerap pada tataran luar tapi obrolan di kereta dengan kawan duduk yang awalnya tidak kita kenal biasanya mengasyikkan. Tidak harus tahu dengan jelas siapa kawan duduk kita. Tapi itu akan menjadi teman perjalanan yang menyenangkan. 

Tidak ada komentar