Menjejak Eropa


Sampai akhirnya pesawat mendarat di Bandara Schipol, Belanda, saya masih belum percaya akhirnya akan menjejakkan kaki di Eropa, Belanda pula.

Ini memang perjalanan dinas, bukan perjalanan liburan. Berangkatnya juga tidak dengan istri dan anak-anak tapi bersama puluhan pramuka putra dan putri yang juga santri dari pesantren tahfizh Daarul Qur’an yang akan ikut di ajang Haarleem Jamborette 2019, yang diikuti ribuan pramuka dari 40 an negara.

Saya datang ke Belanda berbekal beberapa informasi.Sejak SD kita sudah dijejali narasi Indonesia yang dijajah Belanda selama 350 tahun. Meski umur penjajahan ini masih diperdebatkan oleh para ahli sejarah, faktanya Belanda pernah hadir di Nusantara dengan niatan menguasai hasil rempah.

Di Belanda, berdasar berita, kita mengetahui di Universitas Leiden, penuh dengan bacaan mengenai sejarah Indonesia. Kabarnya pula yang terlengkap. Bahkan banyak peneliti Indonesia yang memperkaya bacaan di Universitas Leiden saat mengkaji tentang Indonesia.

Belanda juga saya kenal lewat trio Gullit, Basten dan Rijkard yang pernah memperkuat AC Milan, klub sepak bola asal Italia, dan membawanya pada masa kejayaan.

Lalu yang terkini, bagaimana Belanda didapuk sebagai negara teraman bagi pesepeda. Ini setelah pemerintan dan rakyatnya memiliki kesadaran bersama untuk mengubah budaya macet, akibat membludaknya kendaraan pribadi, dan juga demi menjaga lingkungan menjadi lebih sehat, dengan mempromosikan sepeda sebagai kendaraan utama, dan penggunaan transportasi publik sebagai alat transportasi sehari-hari.

Berbekal beberapa pengetahuan itulah saya menjejakkan kaki di Belanda, dan tidak hanya Belanda karena berdasar itinerary yang saya dapat kami juga akan mampir di Belgia dan menetap beberapa hari di Perancis untuk selanjutnya kembali ke Indonesia lewat Belanda. Lelah setelah 20 jam penerbangan plus transit 3 jam di Abu Dhabi seakan tak terasa begitu kaki melangkah dari pintu kedatangan Bandara Schipoll. Meski Akhir Juli tersebut Belanda memasuki musim panas, tetapi hawa sejuk tetap terasa.

Pandangan pertama pun begitu menggoda. Semua yang ada terlihat rapih dah tertata. Bus-bus terparkir rapih, pedestrian penuh dengan pesepeda dan pejalan kaki, hampir tidak terdengar suara klakson di jalan raya meski sedang macet sekalipun.

Saat tengah mengagumi pemandangan yang terhampar, seorang pria menegur dan bertanya saya dari mana, ketika saya jawab dari Indonesia, pria yang kemudian mengaku dari ethiopia ini berkata “Nanti kalau belanja jangan mau membayar, karena semua bangunan megah itu dibangun dari kekayaan negaramu”

Entah bercanda atau tidak tapi setelah mengucapkan tersebut ia meloyor pergi meninggalkan saya yang masih mencerna kata-katanya dan teringat surat yang ditulis oleh Multatuli bagi Raja Willem III, penguasa negeri Belanda,

 “Apakah yang mulia tahu ada 30 juta lebih rakyat di Hindia yang disiksa atas nama yang mulia?”

Tidak ada komentar